Cari Blog Ini

Rabu, 20 April 2011

ENSEFALOPATI HEPATIK

A.   Epidemiologi
Ensefalopati hepatic adalah sindrom yang ditemukan pada pasien dengan sirosis hati. Data kepustakaan tentang ensifalopati hepatikum di Indonesia ternyata masih sedikit. Diluar negri kejadian ensifalopati hepatic subklinik berkisar antara 30 – 84%. Tanda-tanda samar ensefalopati hepatikditemukan pada 70% pasien sirosis hati. Pada penelitian Mmorgan dan Strangen diketahui 18% dari 71 penderita sirosis hati memberikan tes psikometri normal, 48% memperlihatkan gambaran ensefalopati hepatic subklinik sedangkan 34% jelas tampak jelas dengan gejala dan tanda ensefalopati hepatic.
Di bagian penyakit dalam FKUI selama setahun ditemukan penderita sirosis hati 109 pasien, diantaranya dengan 55 pasien ensefalo hepatic. Ensefalo hepatic yang spontan didapatkan 13 pasien atau 37%, sedangkan pada 22 pasien diduga factor pencetus dari perdarahan saluran cerna13 pasien atau 37% , infeksi akut 6 pasien atau 17% , dan hipokolemi 3 pasien atau 9%. Ensefalopati hepatic stadium II ditemukan 9 pasien, stadium III 19 pasien dan stadium IV 7 pasien.
Beberapa penelitian yang menunjukan bahwa sirosis hati yang terlihat normal, ternyata 34-80% didapatkan ensefalopati hepatic ringan atau laten / subklinik. Hal ini dapat dideteksi dengan uji psikometrik, uji entelegensi, kemampuan konsentrasi dan EEG.

B.   Definisi
Ensefalopati hepatic atau koma hepatic, atau koma portosistemik adalah sindroma neuropsikiatrik yang ditandai dengan adanya perubahan kesadaran, penurunan intelektual, dan kelainan neurologis yang menyertai kelainan hati. Beberapa bentuk dari EH dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Clinical Characteristics of Various Forms of Hepatic Encephalopathy


Precipitating Factors
Clinical Course
Reversibility
Acute
+
Short*
+/-*
Recurrent
+/-
Short
+
Persistent
-
Continuous
-
Subclinical
-
Insidious
-
*May be lethal or irreversible, as in fulminant hepatic failure
 

C.    Patogenesis
Hingga kini belum diketahui etiologi dan pathogenesis enselopati hepatic. Tidak ada kelainan tunggal biokimiawi atau fisiologi sebagai penyebab pasti ensefalopati hepatic. Kelainan patologi yang dijumpai pada otok penderita ensefalopati hepatic belum mengungkapkan problem ensefalopati hepatic, walaupun dijumpai peningkatan astrosis dan varietas Alzeimer II. Sel ini khususnya berada pada basal ganglia dan korteks, yang memainkan peran penting dalam detoksifikasi anomia serebral.
Sampai saat ini patologi ensefalohepatik sangat kompleks dan belum sepenuhnya diketahui dengan baik. Sebagian besar penelitian menunjukan bahwa ensefalopati hepatic berhubungan dengan kelainan faal otak yang disebabkan karena adanya sirkulasi portosistemik yang langsung, tanpa melalui hati, serta adanay kerusakan, dan gangguan faal hati yang berat.


 














Beberapa hipotesis yang diajukan adalah
a.       Amonia
Berasal dari metaolisme protein, perdarahan saluran cerna, pemecahan urea dari kolon. Pada keadaan normal ammonia berasal dari kolon, akan tetapi pada penderita ensefalo hepatic juga bias berasal dari usus halus. Amonia yang terbentuk pada usus dibawa ke hati dengan aliran portal dan dibersihkan dan diubah menjadi urea dan dikelurkan melalui ginjal. Pada sirosis hati ammonia kurang dapat dibersihjkan dan dengan adanya pintasan intra dan ekstra hepatic, ammonia melalui aliran sistemik masu ke otak.
Amonia melalui  dua mekanisme secara direk toksik terhadap neuron dan post synapsis dan indirek melalui mekanisme glutamate-glutamin dalam astrosit dan neuron.
Amonia yang masuk kedalam otak dibersihkan melalui pengambilan ammonia masuk ke astrosit diubah menjadi glutamine dengan ikatan bersama glutamate. Glutamin masuk lagi ke neuron dan diikat kembali menjadi glutamate, disimpan dalam vesikel sinapsis dan sebagian keluar melalui mekanisme kalsium dependen ke reseptor dan sebagian lagi masuk ke astrosit untuk mengikat ammonia darah.
Sumber peningkatan kadar ammonia antara lain adalah kurangnya metabolisme otot, pembersihan di hati, hasil bakteri usus, kerusakan astrosit, peningkatan blood braine barrier, penurunan mekanisme glutamate-glutamin, mekanisme exalotory inhibibitory.
Amonia belum dibuktikan sebagai neurotoksin tunggal dari keadaan koma, karena konsentrasi tidak berhubungan erat dengan keparahan koma akan tetapi dianggap merupakan factor yang penting dalam potogenesis koma hepatkum. Sekitar 10% penderita koma hepatikum dengan kadar ammonia dengan batas normal.
b.       Neurotransmiter palsu
Akhir-akhir ini dikemukakan hipotesa peranan “False Neurochemical Transmite”, oleh Fischer dan Baldessarini. Dikatakan sebagian gejala-gejala neurologi dan kardiologi pada koma hepatic mungkin disebabkan karena adanya penimbunan False Neurochemical Transmite” (FNT) menggantikan “transmitter “ normal seperti nerophinoprin, dopamine, di susunan saraf pusat dan perifer. Prekusor-prekusor dari FNT seperti phenylamine, tyrosine, dan amin-aminnya dibentuk dari protein oleh bakteri usus.
Pada keadaan normal zat-zat ini akan dikatabolisme di hati, akan tetapi pada koma hepatic dimana  faal hati terganggu dan adanya “shunting”,maka zat-zat ini akan membanjiri system saraf untuk diubah menjadi FNT. Kenaikan kadaar octopamine yaitu suatu Fnt yang sudah didapat pada otak dan jantung dari binatang percobaan dengan koma hepatic akut dan juga pada darah dan urin dari pasien-pasien  yang koma. Sepertinya ada korelasi antara kadar tersebut dengan tingkat kesadaran.
c.        GABA
Bakteri flora usus menghasilkan bakteri neuro inhibitir GABA. Dalam makanan dijumpai suatu endogen benzodiazepine yang membentuk ikatan kompleks dengan GABA dengan membrane sinapsis normal terjadi sensisitasi terhadap benzodiazepine.

D.   Diagnosis
Gangguan ensefalopati hepatic merupakan gangguan gabungan dari gangguan mental dan neurologic, dan bervariasi tergantung berat ringannya ensefalo hepatic, penyakit penyebab dan factor pencetusnya. Dengan evaluasi yang baik, tanda-tanda ensefalopati yang masih sama dapat diketahui sehingga pengobatan tidak terlambat.
Pada dasarnya gejala-gejala ensefalopati hepatic dapa dibagi menjadi gangguan kesadaran, kepribadian, kecerdasan dan bicara.
Gangguan kesadaran berupa perubahan pola tidur, banyak tidur siang hari, euphoria/penggembira, perilaku berubah dari kebiasaannya, penggembira menjadi pendiam atauoun sebaliknya, bingung , pelupa, dan gampang tersinggung.
Ganggguan personalitas, dimanan penderita bersifat kekanak-kanakan, tidak bias mengenal famillinya, sebelumnya biasa kooperatif terhadap orang lain disekitarnnya. Apraksia konstruksional yaitu tidak bias membuat gambar bintang, menulis namanya sendiri, menghubungkan 25 gambar atau number conection test. Kencing dan buang air disembarang tepat (kehilangan de quarum).








 



















Gangguan bicara dimana penderita berbicara lambat dan mmonoton dan terputus-putus. Beberapa penderita ditemui nafasnya bau seperti tinja, buah busuk, pengap (merkaptan dan bahan yang mengandung belerang), bau ini disebut fetor hepatikum. Tidak ada hubungan linier dengan kedalaman koma penderita dengan fetor hepatikum dan bias saja penderita ensefalopati hepatikum tidak disertai dengan fetor hepatikum. Bau ini juga dijumpai pada uremi, gagal nafas, gagal jantung berat.
Gangguan neurologi berupa flapping tremor atau asteriksis. Hiperekstensi jari diikuti dengan gerak fleksi ekstensi berturut-turut. Pada koma terminal biasanya dijumpai hiperekstensi dan hiperventilasi. Beberapa klinik hepatologi di Eropa mendapatsekitar 18% penderita sianosis hati tanpa gangguan psikometrik yang diizinkan untuk mengmudi (SIM, driving license), tapi 48% subklinikal dan 34% “overt clinical encephalopaty”.


 










Pada pemeriksaan EEG dijumpai perubahan dari alfa ritme 8-13 siklus menjadi delta 4 siklus perdetik. Pada keadaan normal terdapat garis flat pada EEG. Perubahan EEG yang tidak spesifik dijumpai juga pada koma uremikum,retensi CO2, defiasi vitamin B12, atau hipoglikomia. Kelainan EEG penting untuk didiagnostik dan penilaian terapi. Penderita yang sadar dengan sirosis hati punya kelainan EEG dalam diagnostic.

E.    Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yan dapat dilakukan yaitu dengan dapat dideteksi dengan uji psikometrik, uji entelegensi, kemampuan konsentrasi dan EEG.

F.   Terapi
a.    Umum:
§  Faktor-faktor pemicu di cari dan dicoba untuk di hilangkan, seperti infeksi/obat-obatan. Juga di usahakan untuk menghilangkan bahan-bahan racun
§  Klisma untuk membersihkan usus khususnya pada perdarahan saluran cerna
§  Pertahankan balance cairan dan elektrolit
§  Pemasangan kateter intra vena
§  Pencegahan sepsis dan aspirasi pneumonia
b.    Pengobatan
§  Neomycin, metrronidazon, suatu anti biotic akan mengurangi jumlah bakteri usus yang dalam keadaan normal membantu mencernakan protein
§  Lactulose(sirup) efeknya:
·         Mengurangi penyerapan ammonia
·         Berfungsi sebagai pencahar
·         Merubah keasaman usus sehingga merubah jenis bakteri yang ada di usus
§  Memperbaiki neurotransmitter dengan pemberian asam amino rantai cabang (AARC) misalnya:aminoleban (IVFD)
§  Pemberian antagonis benzodiazepin,flumazenil merupakan antagonis benzodiazepin yang ada dipasaran.beberapa studi memperlihatkan manfaat obat ini pada sejumlah pasien dengan EH.diberikan dengan dosis 1-2 mg secara intravena.
G.   Daftar Pustaka

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2006.  Buku Ajar Ilmu
      Penyakit Dalam Edisi IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
      KedokteranUniversitas Indonesia. Jakarta

Mansjoer, Arif. 2001 et.al. kapita selekta kedokteran. Ed. 3. Media Aesculapius, Jakarta

www.Iptek.net.id/eng/horizon/horizon idx.php?doc=sirosis hati.htm

www.Interna FK.UI.ac.id/artikel/darurat 2002/dar 2 12.html


Horizontal Scroll: NAMA  : BAYU PRADANA 
KELAS  : C/ KP/ VI
N I M  : 04. 08. 1980
 



1 komentar:

  1. Trajenta 5mg Tablet work by helping the body reduce the level of sugar in your blood. Trajenta is used for 'type 2 diabetes' in adults, if the disease cannot be adequately controlled with one oral anti-diabetic medicine (metformin or sulphonylureas) or diet and exercise alone. before taking this tablet you may take the proper guidance of a doctor.

    BalasHapus