Cari Blog Ini

Minggu, 03 April 2011

AKALASIA


By :Guswanto
NIM :04.08.1990
CLAS :C/KP.VI
ASUHAN KEPERAWATAN AKALASIA

.
BAB I
PEMBAHASAN

Kasus 4
Ny. Y, 38 tahun dirawat di ruang penyakit dalam hari ke 4 karena mengalami kesulitan menelan baik air maupun makanan padat. Ny. Y mengeluh dadanya seperti terbakar sebelum makan maupun sesudah makan. Hasil pemeriksaan X-ray, esophagus dilatasi.
Pembahasa:
1.      Kemungkinan diagnose?
2.      Patfisiologi dan gejala-gejala?
3.      Komplikasi yang mungkin muncul?
4.      Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dilakukan untuk mengevaluasi pasien?
5.      Penatalaksananaan medis dan peranan perawat dalam penatalaksanaan tersebut!
6.      Diagnose keperawatan yang mungkin muncul dan 1 renpra untuk diagnose utama!
A.    Diagnosa Medis
Berdasarka tanda dan gejala yang muncul pada pasien, diagnose yang mungkin adalah Akalasia.
B.     Definisi Akalasia
Akalasia esofagus, atau dikenal juga dengan nama Simple ectasia, Kardiospasme, Megaesofagus, Dilatasi esofagus difus tanpa stenosis atau Dilatasi esofagus idiopatik adalah suatu gangguan neuromuskular. Kegagalan relaksasi batas esofagogastrik pada proses menelan menyebabkan dilatasi bagian proksimal esofagus tanpa adanya gerak peristaltik. Penderita akalasia merasa perlu mendorong atau memaksa turunnya makanan dengan air atau minuman guna menyempurnakan proses menelan. Gejala lain dapat berupa rasa penuh substernal dan umumnya terjadi regurgitasi.
Akalasia mulai dikenal oleh Thomas Willis pada tahun 1672. Mula-mula diduga penyebabnya adalah sumbatan di esofagus distal, sehingga dia melakukan dilatasi dengan tulang ikan paus dan mendorong makanan masuk ke dalam lambung. Pada tahun 1908 Henry Plummer melakukan dilatasi dengan kateter balon. Pada tahun 1913 Heller melakukan pembedahan dengan cara kardiomiotomi di luar mukosa yang terus dianut sampai sekarang


Akalasia adalah tidak adanya atau tidak efektifnya peristaltic esophagus distal disertai dengan kegagalan sfingter esophagus untuk rileks dalam respon terhadap menelan. Penyempitan esophagus tepat tepat diatas lambung menyebabkan peningkatan dilatasi esophagus secara bertahap di dada atas. Akalasia dapat berlanjut secara perlahan.ini terjadi palig sering pada individu usia 40 atau lebih. Diduga terdapat insiden akalasia dalam keluarga.
Akalasia akibat dari retensi atau lambatnya bongkahan makanan disertai meningktnya obstruksi dan dilatasi esophagus. Penyebab keadaan ini tidak diketahui, tetapi ditemukan berkurangnya sel ganglion pleksus minterik dan degenerasi wallerian pada akson bermielin maupun tak bermielin dari nervus vagus ekstra esophagus.
C.   Insiden
Insidens terjadinya akalasia adalah 1 dari 100.000 jiwa pertahun dengan perbandingan jenis kelamin antara pria dan wanita 1 : 1. Akalasia lebih sering ditemukan orang dewasa berusia 20 - 60 tahun dan sedikit pada anak-anak dengan persentase sekitar 5% dari total akalasia.
D.   Epidemiologi
Penyakit ini relatif jarang dijumpai. Dari data divisi Gastroenterologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM didapatkan 48 kasus dalam kurun waktu 5 tahun (1984-1988). Di Amerika Serikat ditemukan sekitar 2000 kasus akalasia setiap tahun. Suatu penelitian internasional melaporkan bahwa dari 28 populasi di 26 negara, angka kematian tertinggi tercatat di Selandia Baru dengan angka kematian standar 239 dan yang terendah dengan angka kematian standar 0. Angka ini diperoleh dari seluruh kasus akalasia baik primer maupun sekunder. Kelainan akalasia tidak diturunkan dan biasanya memerlukan waktu bertahun-tahun hingga menimbulkan gejala.
E.     ETIOLOGI
Etiologi dari akalasia tidak diketahui secara pasti. Tetapi, terdapat bukti bahwa degenerasi plexus Auerbach menyebabkan kehilangan pengaturan neurologis. Beberapa teori yang berkembang berhubungan dengan gangguan autoimun, penyakit infeksi atau kedua-duanya.
Menurut etiologinya, akalasia dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu :
ü  Akalasia primer,(yang paling sering ditemukan). Penyebab yang jelas tidak diketahui. Diduga disebabkan oleh virus neurotropik yang berakibat lesi pada nukleus dorsalis vagus pada batang otak dan ganglia mienterikus pada esofagus. Disamping itu, faktor keturunan juga cukup berpengaruh pada kelainan ini.
ü  Akalasia sekunder, (jarang ditemukan). Kelainan ini dapat disebabkan oleh infeksi, tumor intraluminer seperti tumor kardia atau pendorongan ekstraluminer seperti pseudokista pankreas. Kemungkinan lain dapat disebabkan oleh obat antikolinergik atau pascavagotomi.
Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum diketahui. Secara histologik diteraukan kelainan berupa degenerasi sel ganglion plexus Auerbach sepanjang esofagus pars torakal. Dari beberapa data disebutkan bahwa faktor-faktor seperti herediter, infeksi, autoimun, dan degeneratif adalah kemungkinan penyebab dari akalasia.
ü  TeoriGenetik
Temuan kasus akalasia pada beberapa orang dalam satu keluarga telah mendukung bahwa akalasia kemungkinan dapat diturunkan secara genetik. Kemungkinan ini berkisar antara 1 % sampai 2% dari populasi penderita akalasia.
ü  Teori Infeksi
Faktor-faktor yang terkait termasuk bakteri (diphtheria pertussis, clostridia, tuberculosis dan syphilis), virus (herpes, varicella zooster, polio dan measles), Zat-zat toksik (gas kombat), trauma esofagus dan iskemik esofagus uterine pada saat rotasi saluran pencernaan intra uterine. Bukti yang paling kuat mendukung faktor infeksi neurotropflc sebagai etiologi. Pertama, lokasi spesifik pada esofagus dan fakta bahwa esofagus satu-satunya bagian saluran pencernaan dimana otot polos ditutupi oleh epitel sel skuamosa yang memungkinkan infiltrasi faktor infeksi. Kedua, banyak perubahan patologi yang terlihat pada akalasia dapat menjelaskan faktor neurotropik virus tersebut. Ketiga, pemeriksaan serologis menunjukkan hubungan antara measles dan varicella zoster pada pasien akalasia.
ü  Teori Autoimun
Penemuan teori autoimun untuk akalasia diambil dari beberapa somber. Pertama, respon inflamasi dalam pleksus mienterikus esofagus didominasi oleh limfosit T yang diketahui berpefan dalam penyakit autoimun. Kedua, prevalensi tertinggi dari antigen kelas II, yang diketahui berhubungan dengan penyakit autoimun lainnya. Yang terakhir, beberapa kasus akalasia ditemukan autoantibodi dari pleksus mienterikus.
ü  Teori Degeneratif
Studi epidemiologi dari AS. menemukan bahwa akalasia berhubungan dengan proses penuaan dengan status neurologi atau penyakit psikis, seperti penyakit Parkinson dan depresi.
F.     Patofisiologi
Kontraksi dan relaksasi sfingter esofagus bagian bawah diatur oleh neurotransmitter perangsang seperti asetilkolin dan substansi P, serta neurotransmitter penghambat seperti nitrit oxyde dan vasoactve intestinal peptide.Menurut Castell ada dua defek penting pada pasien akalasia:
a.       Obstruksi pada sambungan esofagus dan lambung akibat peningkatan sfingter esofagus bawah (SEB) istirahat jauh di atas normal dan gagalnya SEB untuk relaksasi sempurna. Beberapa penulis menyebutkan adanya hubungan antara kenaikan SEB dengan sensitifitas terhadap hormon gastrin. Panjang SEB manusia adalah 3-5 cm sedangkan tekanan SEB basal normal rata-rata 20 mmHg. Paa akalasia tekanan SEB meningkat sekitar dua kali lipat atau kurang lebih 50 mmHg.
Gagalnya relaksasi SEB ini disebabkan penurunan tekanan sebesar 30-40% yang dalam keadaan normal turun sampai 100% yang akan mengakibatkan bolus makanan tidak dapat masuk ke dalam lambung. Kegagalan ini berakibat tertahannya makanan dan minuman di esofagus. Ketidakmampuan relaksasi sempurna akan menyebabkan adanya tekanan residual. Bila tekanan hidrostatik disertai dengan gravitasi dapat melebihi tekanan residual, makanan dapat masuk ke dalam lambung.
b.      Peristaltik esofagus yang tidak normal disebabkan karena aperistaltik dan dilatasi ⅔ bagian bawah korpus esofagus. Akibat lemah dan tidak terkoordinasinya peristaltik sehingga tidak efektif dalam mendorong bolus makanan melewati SEB. Dengan berkembangnya penelitian ke arah motilitas, secara obyektif dapat ditentukan motilitas esofagus secara manometrik pada keadaan normal dan akalasia.
Pada literature lain juga menyebutkan bahwa patofisiologi akalasia, yaitu:
1.     Neuropatologi
Beberapa macam kelainan patologi dari akalasia telah banyak dikemukakan. Beberapa dari perubahan ini mungkin primer (misal : hilangnya sel-sel ganglion dan inflamasi mienterikus), dimana yang lainnya (misal : perubahan degeneratif dari n. vagus dan nukleus motoris dorsalis dari n. vagus, ataupun kelaianan otot dan mukosa) biasanya merupakan penyebab sekunder dari stasis dan obstruksi esofagus yang lama.
ü Kelainan pada Innervasi Ekstrinsik
Saraf eferen dari n. vagus, dengan badan-badan selnya di nukleus motoris dorsalis, menstimulasi relaksasi dari LES dan gerakan peristaltik yang merupakan respon dari proses menelan. Dengan mikroskop cahaya, serabut saraf vagus terlihat normal pada pasien akalasia. Namun demikian, dengan menggunakan mikroskop elektron ditemukan adanya degenerasi Wallerian dari n. vagus dengan disintegrasi dari perubahan aksoplasma pada sel-sel Schwann dan degenarasi dari sehlbung myeh'n, yang merupakan perubahan-perubahan yang serupa dengan percobaan transeksi saraf.
ü Kelainan pada Innervasi Intrinsik.
Neuron nitrergik pada pleksus mienterikus menstimulasi inhibisi disepanjang badan esofagus dan LES yang timbul pada proses menelan. Inhibisi ini penting untuk menghasilkan peningkatah kontraksi yang stabil sepanjang esofagus, dimana menghasilkan gerakan peristaltik dan relaksasi dari LES. Pada akalasia, sistem saraf inhibitor intrinsik dari esofagus menjadi rusak yang disertai inflamasi dan hilangnya sel-sel ganglion di sepanjang pleksus mienterikus Auerbach.
ü  Kelainan Otot Polos Esofagus.
Pada muskularis propria, khususnya pada otot polos sirkuler biasanya menebal pada pasien akalasia. Goldblum mengemukakan secara mendetail beberapa kelainan otot pada pasien akalasia setelah proses esofagektomi. Hipertrofi otot muncul pada semua kasus, dan 79% dari specimen memberikan bukti adanya degenerasi otot yang biasanya melibatkan fibrosis tapi tennasuk juga nekrosis likuefaktif, perubahan vakuolar, dan kalsifikasi distrofik. Disebutkan juga bahwa perubahan degeneratif disebabkan oleh otot yang memperbesar suplai darahnya oleh karena obstruksi yang lama dan dilatasi esofagus. Kemungkinan lain menyebutkan bahwa hipertrofi otot merupakan reaksi dari hilangnya persarafan.
ü  Kelainan pada Mukosa Esofagus.
Kelainan mukosa, di perkirakan akibat sekunder dari statis luminal kronik yang telah digambarkan pada akalasia. Pada semua kasus, mukosa skuamosa dari penderita akalasia menandakan hiperplasia dengan papillamatosis dan hiperplasia sel basal. Rangkaian p53 pada mukosa skuamosa dan sel CD3+ selalu melebihi sel CD20+, situasi ini signifikan dengan inflamasi kronik, yang kemungkinan berhubungan dengan tingginya resiko karsinoma sel skuamosa pada pasien akalasia.
ü  Kelainan Otot Skelet.
Fungsi otot skelet pada proksimal esofagus dan spingter esofagus atas terganggu pada pasien akalasia. Meskipun peristaltik pada otot skelet normal tetapi amplitude kontraksi peristaltik mengecil. Massey dkk. juga melaporkan bahwa refleks sendawa juga terganggu. Ini menyebabkan esofagus berdilatasi secara masif dan obstruksi jalan napas akut.
2.      Kelainan  Neurofisiologik.
Pada esofagus yang sehat, neuron kolinergik eksftatori melepaskan asetilkolin menyebabkan kontraksi otot dan meningkatkan tonus LES, dimana inhibisi neuron NO/VIP memediasi inhibisi sehingga mengbambat respon menelan sepanjang esofagus, yang menghasilkan gerakan peristaltik dan relaksasi LES. Kunci kelainan dari akalasia adalah kerusakan dari neuron inhibitor postganglionik dari otot sikuler LES.

G.    Tanda dan Gejala
·         Sulit menelan baik cair dan padat
·         Pasien mepunyai sensasi makanan menyumbat pada bagian bawah esophagus.
·         Muntah, secara spontan aau sengaja untuk menghilangkan ketidak nyamanan
·         Nyeri dada dan ulu hati (pirosis). Nyeri bisa karena makanan atau tidak.
·         Kemungkinan komplikasi pulmonal akibat aspirasi isi lambung.
·         Disfagia, merupakan keluhan utama dari penderita Akalasia. Disfagia dapat terjadi secara tiba-tiba setelah menelan atau bila ada gangguan emosi. Disfagia dapat berlangsung sementara atau progresif lambat. Biasanya cairan lebih sukar ditelan dari pada makanan padat.
·         Penurunan berat badan terjadi karena penderita berusaha mengurangi makannya unruk mencegah terjadinya regurgitasi dan perasaan nyeri di daerah substernal.
·         Regurgitasi isi esophagus yang stagnan. Regurgitasi dapat timbul setelah makan atau pada saat berbaring. Sering regurgitasi terjadi pada malam hari pada saat penderita tidur, sehingga dapat menimbulkan pneumonia aspirasi dan abses paru.
·         Rasa terbakar dan Nyeri Substernal dapat dirasakan pada stadium permulaan. Pada stadium lanjut akan timbul rasa nyeri hebat di daerah epigastrium dan rasa nyeri ini dapat menyerupai serangan angina pektoris.
·         Gejala lain yang biasa dirasakan penderita adalah rasa penuh pada substernal dan akibat komplikasi dari retensi makanan.
·         Adanya ruptur esofagus karena dilatasi
·         Kesukaran menempatkan dilator pneumatik karena dilatasi esofagus yang sangat hebat

H.    Penatalaksaan
·         Pasien harus diintruksikan untuk makan dengan perlahan dan minum cairan pada saat makan.
·         Kalsum dan nitrit, digunakan untuk menurunkan tekanan esophagus dan memperbaiki menelan, jika tidak berhasil dilakukan pembedahan dengan dilatasi pneumetik atau pemisaha serat otot.
·         Akalasia dapat diobati secara konserfatif dengan meregangkan area esophagus yang menyempit disertai dilatasi pneumatic.

I.       Pemeriksaan
·         Pemeriksaan Radiologik
Pada foto polos toraks tidak menampakkan adanya gelembung-gelembung udara pada bagian atas dari gaster, dapat juga menunjukkan gambaran air fluid level pada sebelah posterior mediastinum. Pemeriksaan esofagogram barium dengan pemeriksaan fluoroskopi, tampak dilatasi pada daerah dua pertiga distal esofagus dengan gambaran peristaltik yang abnormal serta gambaran penyempitan di bagian distal esofagus atau esophagogastric junction yang menyerupai seperti bird-beak like appearance.
·         Pemeriksaan Esofagoskopi
Esofagoskopi merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk semua pasien akalasia oleh karena beberapa alasan yaitu untuk menentukan adanya esofagitis retensi dan derajat keparahannya, untuk melihat sebab dari obstruksi, dan untuk memastikan ada tidaknya tanda keganasan. Pada pemeriksaan ini, tampak pelebaran lumen esofagus dengan bagian distal yang menyempit, terdapat sisa-sisa makanan dan cairan di bagian proksimal dari daerah penyempitan, Mukosa esofagus berwarna pucat, edema dan kadang-kadang terdapat tanda-tanda esofagitis aldbat retensi makanan. Sfingter esofagus bawah akan terbuka dengan melakukan sedikit tekanan pada esofagoskop dan esofagoskop dapat masuk ke lambung dengan mudah.
·         Pemeriksaan Manometrik
Gunanya untuk mem'lai fungsi motorik esofagus dengan melakukan pemeriksaan tekanan di dalam lumen sfingter esofagus. Pemeriksaan ini untuk memperlihatkan kelainan motilitas secara- kuantitatif dan kualitatif. Pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan pipa untuk pemeriksaan manometri melalui mulut atau hidung. Pada akalasia yang dinilai adalah fungsi motorik badan esofagus dan sfingter esofagus bawah. Pada badan esofagus dinilai tekanan istirahat dan aktifitas peristaltiknya. Sfingter esofagus bagian bawah yang dinilai adalah tekanan istirahat dan mekanisme relaksasinya. Gambaran manometrik yang khas adalah tekanan istirahat badan esofagus meningkat, tidak terdapat gerakan peristaltik sepanjang esofagus sebagai reaksi proses menelan. Tekanan sfingter esofagus bagian bawah normal atau meninggi dan tidak terjadi relaksasi sfingter pada waktu menelan
·         Film dada
Pelebaran esophagus yang disebabkan tetahannya ini maknan akan memperlihatkan gmabaran mediastinum yang melebar. Udara yang berkurang pada lamung menghasilkan gelembung udara yang berjumlan sedikit atau tidak ada samasekali. Aspirasi kealam paru dapat menyebabkan berbagai perubahan dibagian basal
·         Penelanan barium, menunjukan dilatasu esophagus yang berukuran besar dan berliku, biasanya disertai adanya resdiu makanan yang tertahan. Terdapat aktifitans peristaltic yang buruk disertai penyempitan sambungan esofagograstit akibat kegagalan rlaksasi sfingter bagian bawah.
J.      Terapi
Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik esofagus tidak dapat dipulihkan kerabali. Terapi dapat dilakukan dengan memberi diet tinggi kalori, medikamentosa, tindakan dilatasi, psikoterapi, dan operasi esofagokardiotomi (operasi Heller).
a.       Terapi NonBedah
ü  Terapi Medikasi
Pemberian smooth-muscle relaxant, seperti nitroglycerin 5 mg SL atau 10 mg PO, dan juga methacholine, dapat membuat sfingter esofagus bawah relaksasi dan membantu membedakan antara suatu striktur esofagus distal dan suatu kontraksi sfingter esofagus bawah. Selain itu, dapat juga diberikan calcium channel blockers (nifedipine 10-30 mgSL) dimana dapat mengurangi tekanan pada sfingter esofagus bawah.
Namun demikian hanya sekitar 10% pasien yang berhasil dengan terapi ini. Terapi ini sebaiknya digunakan untuk pasien lansia yang mempunyai kontraindikasi atas pneumatic dilatation atau pembedahan.
ü  Injeksi Botulinum Toksin
Suatu injeksi botulinum toksin intrasfingter dapat digunakan untuk menghambat pelepasan asetilkolin pada bagian sfingter esofagus bawah, yang kemudian akan mengembalikan keseimbangan antara neurotransmiter eksitasi dan inhibisi. Dengan menggunakan endoskopi, toksin diinjeksi dengan memakai jarum skleroterapi yang dimasukkan ke dalam dinding esophagus dengan sudut kemiringan 45°, dimana jarum dimasukkan sampai mukosa kira-kira 1-2 cm di atas squamocolumnar junction.
Lokasi penyuntikan jarum ini terletak tepat di atas batas proksimal dari LES dan toksin tersebut diinjeksi secara caudal ke dalam sfingter. Dosis efektif yang digunakan yaitu 80-100 unit/mL yang dibagi dalam 20-25 unit/mL untuk diinjeksikan pada setiap kuadran dari LES. Injeksi diulang dengan dosis yang sama 1 bulan kemudian untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Namun demikian, terapi ini mempunyai penilaian terbatas dimana 60% pasien yang telah diterapi masih tidak merasakan disfagia 6 bulan setelah terapi; persentasi ini selanjutnya turun menjadi 30% walaupun setelah beberapa kali penyuntikan dua setengah tahun kemudian.
Sebagai tambahan, terapi ini sering menyebabkan reaksi inflamasi pada bagian gastroesophageal junction, yang selanjutnya dapat membuat miotomi menjadi lebih sulit. Terapi ini sebaiknya digunakan pada pasien lansia yang kurang bisa menjalani dilatasi atau pembedahan.
ü  Pneumatic Dilatation
Pneumatic dilatation telah menjadi bentuk terapi utama selama bertahun-tahun. Suatu baton dikembangkan pada bagian gastroesophageal junction yang bertujuan luituk merupturkan serat otot, dan membuat mukosa menjadi intak. Persentase keberhasilan awal adalah antara 70% dan 80%, namun akan turun menjadi 50% 10 tahun kemudian, walaupun setelah beberapa kali dilatasi. Rasio terjadinya perfbrasi sekitar 5%.
Jika terjadi perforasi, pasien segera dibawa ke ruang operasi untuk penurupan perforasi dan miotomi yang dilakukan dengan cara thorakotomi kiri. Insidens dari gastroesophageal reflux yang abnormal adalah sekitar 25%. Pasien yang gagal dalam penanganan pneumatic dilatation biasanya di terapi dengan miotomi Heller.
·         Obat-Obat Oral
Perawatan-perawatan untuk achalasia termasuk obat-obat oral, pelebaran atau peregangan dari sphincter esophagus bagian bawah (dilation), operasi untuk memotong sphincter (esophagomyotomy), dan suntikan racun botulinum (Botox) kedalam sphincter. Semua keempat perawatan mengurangi tekanan didalam sphincter esophagus bagian bawah untuk mengizinkan lewatnya makanan lebih mudah dari esophagus kedalam lambung.
Obat-obat oral yang membantu mengendurkan sphincter esophagus bagian bawah termasuk kelompok-kelompok obat yang disebut nitrates, contohnya isosorbide dinitrate (Isordil) dan calcium-channel blockers, contohnya nifedipine (Procardia) dan verapamil (Calan). Meskipun beberapa pasien-pasien dengan achalasia, terutama pada awal penyakit, mempunyai perbaikan dari gejala-gejala dengan obat-obat, kebanyakan tidak. Dengan mereka sendiri, obat-obat oral mungkin menyediakan hanya pembebasan jangka pendek dan bukan jangka panjang dari gejala-gejala achalasia, dan banyak pasien-pasien mengalami efek-efek sampingan dari obat-obat.
b.      Terapi Bedah
Suatu laparascopic Heller myotomy dan partial fundoplication adalah suatu prosedur pilihan untuk akalasia esofagus. Operasi ini terdiri dari suatu pemisahan serat otot (mis: miotomi) dari sfingter esofagus bawah (5 cm) dan bagian proksimal lambung (2 cm), yang diikuti oleh partial fundoplication untuk mencegah refluks. Pasien dirawat di rumah sakit selama 24-48 jam, dan kembali beraktfitas sehari-hari setelah kira-kira 2 minggu.
Secara efektif, terapi pembedahan ini berhasil mengurangi gejala sekitar 85-95% dari pasien, dan insidens refluks postoperatif adalah antara 10% dan 15%. Oleh karena keberhasilan yang sangat baik, perawatan rumah sakit yang tidak lama, dan waktu pemulihan yang cepat, maka terapi ini dianggap sebagai terapi utama dalam penanganan akalasia esofagus. Pasien yang gagal dalam menjalani terapi ini, mungkin akan membutuhkan dilatasi, operasi kedua, atau pengangkatan esofagus (mis: esofagektomi)
K.   Komplikasi
Beberapa komplikasi dan akalasia sebagai akibat an retensi makanan pada esofagus adalah sebagai berikut :
ü  Obstruksi saluran pethapasan
ü  Bronkhitis
ü  Pneumonia aspirasi
ü  Abses para
ü  Divertikulum
ü  Perforasi esofagus.
ü  Small cell carcinoma
ü  Sudden death
ü  Esophagitis, yang disebabkan oleh efek iritasi dari makanan dan cairan-cairan yang menumpuk di esophagus untuk periode-periode waktu yang berkepanjangan. Mungkin juga ada pemborokan-pemborokan esophagus.

L.     Rencana Asuhan Keperawatan

Data menyimpang
Etiologi
Masalah keperawatan
DS:
·         Pasien mengeluh mengalami kesulitan menelan baik air maupun makanan padat.
·         mengeluh dadanya seperti terbakar sebelum makan maupun sesudah makan.
DO:
·         X-ray, esophagus dilatasi
Sulit menelan→akhalasia→
makanan tertahan di
esofagus→absorpsi nutrient
berkurang→nutrisi kurang dari
kebutuhan
Nutrisi kurang dari kebutuhan



Diagnosa keperawatan
1.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d masukan nutrisi yang kurang, nyeri
2.      Resiko nyeri b.d kesulitan menelan
Rencana keperawatan
1.      Diagnosa no 1
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d masukan nutrisi yang kurang,nyeri.
a.       Tujuan
Setelah dilakukan perawatan maka masalah kekurangan nutrisi dapat diatasi
b.      Kriteria hasil
·         Perawat mampu meningkatkan status nutrisi pasien
·         Perawat mampu mengontrol BB pasien
·         Pasien terbebas dari tanda-tanda malnutrisi
c.       Intervensi dan rasional
No
Intervensi
Rasional
1.


2.



3.



4.
Tanyakan pada pasien apakah ia memiliki riwayat alergi terhadap makanan.
Beri dukungan pada pasien untuk mendapatkan intake kalori yang adekuat sesuai dengan tipe tubuh dan pola aktivitasnya.
Pasien dianjurkan untuk makan dengan perlahan dan mengunyah makanan secara seksama.

Pemberian makanan sedikit dan sering dengan bahan makanan yang tidak bersifat iritatif.
Untuk menentukan nutrisi yang tepat untuk pasien.

Agar terjadi keseimbangan antara kebutuhan kalori dengan pemasukan kalori.

makan perlahan dan mengunyah secara seksama dapat memudahkan makanan lewat kedalam lambung.
meningkatkan pencernaan dan mencegah.

2.         Diagnosa 2
Resiko nyeri b.d kesulitan menelan
a.       Tujuan
Setelah dilakukan perawatan nyeri akut dapat diatasi dan berkurang.
b.      Kriteria hasil
·         Perawat mampu menurunkan tingkat nyeri, meningkatkan tingkat kenyamanan dan mengontrol nyeri.
·         Pasien mampu menggunakan skala nyeri untuk mengidentifikasi tingkat nyeri saat ini dan menentukan tingkat kenyamanan yang diinginkan.
c.       Interensi dan rasional


No
Intervensi
Rasional
1.




2.




3.


4.



Mintalah kepada pasien untuk melaporkan lokasi, intensitas dengan menggunakan skala nyeri dan kualitas nyeri.

Pemberian makan sedikit dan  sering.



Ajari pasien metode nonfharmakologi untuk menurunkan nyeri klien.
Anjurkan pasien untuk menggunakan obat analgesik sesuai dengan yang dianjurkan.
Intensitas, lokasi dan kualitas nyeri hendaknya dilaporkan sesudah prosedur tindakan untuk mengetahui keberhasilan treatmen .
pemberian makan dan sering dianjurkan karena jumlah makanan yang terlalu banyak akan membebani lambung dan meningkatkan refluks lambung.
Digunakan untuk sebagai suplemen dari metode pharmakologik.
Mencegah terjadinya penyalah gunaan obet.

KESIMPULAN

Akalasia adalah keadaan sfingter esofagus inferior yang gagal berelaksasi selama menelan. Sebagai akibatnya, makanan yang ditelan ke dalam esofagus gagal untuk melewati esofagus masuk ke dalam lambung..
Jika akalasia menjadi berat, esofagus sering tidak mengosongkan makanan yangditelan ke dalam lambung selama beberapa jam, padahal waktu yang normal adalahbeberapa detik. Setelah berbulan-bulan dan bertahun-tahun, esofagus menjadi sangatmembesar sehingga sering kali dapat menampung sebanyak satu liter makanan, yangsering menjadi terinfeksi dan membusuk selama periode statis esofagus yang lama.Infeksi juga dapat mengakibatkan ulserasi mukosa esofagus, kadang-kadangmenimbulkan nyeri subternal atau bahkan ruptur dan kematian.\
Akalasia dapat diobati dengan melebarkan katup secara mekanik, contohnyadengan menggelembungkan sebuah balon di dalam kerongkongan. 40% hasil dariprosedur ini memuaskan, tetapi mungkin perlu dilakukan secara berulang. Denganpemberian nitrat (contohnya nitroglycerin) yang ditempatkan di bawah lidah sebelummakan atau penghambat saluran kalsium (contohnya nifedipine), maka tindakanuntuk melebarkan kerongkongan dapat ditangguhkan.
Sebagai perawat kita dapat memberikan Health Education kepada kliendengan cara menghindari alcohol, dan makanan panas, dingin, dan pedas dandianjurkan untuk tidur dengan kepala terangkat untuk menghindari aspirasi.

1 komentar:

  1. Nice info, Sangat bermanfaat. Bagi anda yang memiliki masalah penyakit kelamin, anda bisa mengunjungi klinik Apollo untuk melakukan pemeriksaan. Klinik Apollo merupakan penyedia layanan kesehatan berbasis klinik yang menangani masalah penyakit kulit dan kelamin yang terletak di daerah Jakarta pusat. bekerja sama dengan berbagai rumah sakit serta klinik Internasional, juga ditunjang peralatan medis canggih serta dokter ahli spesialis yang sudah berpengalaman dibidangnya, anda bisa mengunjungi klinik apollo untuk melakukan pemeriksaan dan mendapatkan penanganan segera.

    Jika Anda memiliki pertanyaan seputar penyakit kelamin yang anda rasakan, jangan ragu untuk bertanya pada kami karena isi konsultasi aman terjaga, privasi pasien terlindugi, dan anda bisa tenang berkonsultasi langsung dengan kami. Anda dapat menghubungi hotline di (021)-62303060 untuk berbicara dengan ahli Klinik Apollo, atau klik website bawah ini untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis klinik Apollo.

    Artikel.kesehatankelamin
    klinikkesehatan
    Wartadokter

    BalasHapus