Cari Blog Ini

Rabu, 20 April 2011


NAMA           :           ANGGUN PRAMESTI
NIM                :           04.08.1977
KELAS          :           C/KP/VI

POLISITEMIA VERA

A.        PENGERTIAN
Menurut bahasa, polisitemia vera (PV) terdiri dari dua kata yaitu polisitemia dan vera. Polisitemia berasal dari bahasa Yunani yaitu poly (banyak), cyt (sel) dan hemia (darah). Jadi, polisitemia berarti peningkatan sel darah (eritrosit, leukosit, trombosit) di dalam darah. Sedangkan vera berasal dari bahasa Latin yang artinya sejati. Kata vera digunakan untuk membedakannya dari keadaan (penyakit) lain yang mengakibatkan peningkatan sel darah merah.
Jadi, polisitemia vera adalah suatu gangguan atau kelainan mieloproliferatif kronik yang ditandai dengan peningkatan sel darah merah (eritrositosis) sehingga terjadi hiperviskositas aliran darah.
B.        ETIOLOGI
Etiologi polisitemia vera belum sepenuhnya diketahui secara pasti. Tetapi diduga karena adanya mutasi dari sel-sel progenitor erythroid dan perubahan fungsi tirosin kinane, yaitu janus kinase 2 (JAK2).
Sel-sel progenitor erythroid dari pasien dengan  PV membentuk coloniesin dalam ketiadaan eritropoietin, juga menunjukkan hipersensitivitas sel-sel myeloid, dan berbagai faktor pertumbuhan.
Janus kinase 2 (JAK2) merupakan suatu tirosin kinase sitoplasma yang mempunyai peran kunci dalam transduksi sinyal beberapa reseptor fator pertumbuhan hematopoietik, termasuk erythropoietin, granulosit-makrophage colony-stimulating factor (GM-CSF), interleukin (IL)-3, IL-5, thrombopoietin, and hormon pertumbuhan.

C.        FAKTOR RESIKO
1.    Usia > 60 tahun, dengan sejarah trombositosis.
2.    Hipoksia dari penyakit paru-paru (kronis) jangka panjang dan merokok. Akibat dari hipoksia adalah peningkatan jumlah eritropoietin. Dengan adanya peningkatan jumlah eritropoietin oleh ginjal, akan mengakibatkan peningkatan pembentukan sel darah merah di sumsum tulang.
3.    Penerimaan karbon monoksida (CO) kronis. Hemoglobin mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap CO daripada oksigen.
4.    Orang yang tinggal di dataran tinggi mungkin juga mempunyai resiko polisitemia pada tingkat oksigen lingkungan yang rendah.
5.    Orang dengan mutasi genetik (yaitu pada gen Janus kinase-2  atau JAK-2), jenis polisitemia familial dan keabnormalan hemoglobin juga membawa faktor resiko.
D.        PATOFISIOLOGI
Terdapat 3 jenis polisitemia yaitu relatif (apparent), primer, dan sekunder.
1.    Polisitemia relatif berhubungan dengan hipertensi, obesitas, dan stress. Dikatakan relatif karena terjadi penurunan volume plasma namun massa sel darah merah tidak mengalami perubahan.
2.    Polisitemia primer disebabkan oleh proliferasi berlebihan pada sel benih hematopoietik tanpa perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan kadar  eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal, proses proliferasi terjadi karena rangsangan eritropoietin yang kuat.
3.    Polisitemia sekunder, dimana proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar eritropoietin. Peningkatan massa sel darah merah lama kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan kadar eritropoietin kembali normal. Contoh polisitemia ini adalah hipoksia.
Mekanisme terjadinya polisitemia vera (PV) disebabkan oleh kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang. Selain terdapat sel batang normal pada sumsum tulang terdapat pula sel batang abnormal yang dapat mengganggu atau menurunkan pertumbuhan dan pematangan sel normal. Bagaimana perubahan sel tunas normal jadi abnormal masih belum diketahui.
Progenitor sel darah penderita menunjukkan respon yang abnormal terhadap faktor pertumbuhan. Hasil produksi eritrosit tidak dipengaruhi oleh jumlah eritropoetin. Kelainan-kelainan tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan DNA yang dikenal dengan mutasi. Mutasi ini terjadi di gen JAK2 (Janus kinase-2) yang memproduksi protein penting yang berperan dalam produksi darah.
Pada keadan normal, kelangsungan proses eritropoiesis dimulai dengan ikatan antara ligan eritropoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah terjadi ikatan, terjadi fosforilasi pada protein JAK. Protein JAK yang teraktivasi dan terfosforilasi, kemudian memfosforilasi domain reseptor di sitoplasma. Akibatnya, terjadi aktivasi signal transducers and activators of transcription (STAT). Molekul STAT masuk ke inti sel (nucleus), lalu mengikat secara spesifik sekuens regulasi sehingga terjadi aktivasi atau inhibisi proses trasnkripsi dari hematopoietic growth factor.
Pada penderita PV, terjadi mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi 617 dimana terjadi pergantian valin menjadi fenilalanin (V617F), dikenal dengan nama JAK2V617F. Hal ini menyebabkan aksi autoinhibitor JH2 tertekan sehingga proses aktivasi JAK2 berlangsung tak terkontrol. Oleh karena itu,  proses eritropoiesis dapat berlangsung tanpa atau hanya sedikit hematopoetic growth factor.
Terjadi peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel darah merah, sel darah putih, dan platelet. Volume dan viskositas darah meningkat. Penderita cenderung mengalami thrombosis dan pendarahan dan menyebabkan gangguan mekanisme homeostatis yang disebabkan oleh peningkatan sel darah merah dan tingginya jumlah platelet. Thrombosis dapat terjadi di pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke, pembuluh vena, arteri retinal atau sindrom Budd-Chiari.
Fungsi platelet penderita PV menjadi tidak normal sehingga dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Peningkatan pergantian sel dapat menyebabkan terbentuknya hiperurisemia, peningkatan resiko pirai dan batu ginjal
E.        TANDA DAN GEJALA
1.    Sakit kepala, keringat berlebihan, telinga berdengung, gangguan penglihatan (seperti pandangan kabur), pusing dan vertigo. Gejala-gejala ini diduga merupakan efek dari pembuluh darah membesar dengan aliran darah lebih lambat, terjadi pada sekitar 30% pasien PV.
2.    Gatal-gatal pada kulit, terutama setelah mandi air hangat atau mandi dengan menggunakan shower (terjadi pada beberapa pasien), terjadi pada sekitar 40% pasien PV.
3.    Erythromelalgia yang ditandai dengan eritema pada kulit, terutama pada telapak tangan, lobus telinga, hidung, dan pipi. Hal ini dapat terjadi akibat tingginya konsentrasi eritrosit dalam darah. Beberapa pasien juga mengalami rasa panas terbakar pada kaki.
4.    Tukak lambung dapat berhubungan dengan PV, dan dapat menyebabkan perdarahan gastrointestinal.
5.    Pembesaran limpa, yang dapat diketahui dengan pemeriksaan fisik atau menggunakan tes USG.
6.    Angina atau gagal jantung kongestif merupakan efek berbahaya akibat viskositas darah yang tinggi dan adanya platelet yang dapat menyumbat pembuluh darah koroner dan membentuk gumpalan, terjadi pada sekitar 30% pasien PV
7.    Gout, yaitu peradangan sendi yang disebabkan oleh meningkatnya kadar asam urat. PV dapat memperburuk keadaan gout juga merupakan faktor resiko dari gout.
8.    Perdarahan atau memar, terjadi pada sekitar 25% pasien PV.
9.    Kehilangan berat badan

F.         DIAGNOSIS
1.  Pemeriksaan Fisik, yaitu ada tidaknya pembesaran limpa dan penampilan kulit (eritema).
2.  Pemeriksaan Darah
Jumlah sel darah ditentukan oleh complete blood cell count (CBC), sebuah tes standar untuk mengukur konsentrasi eritrosit, leukosit dan trombosit dalam darah. PV ditandai dengan adanya peningkatan hematokrit, jumlah sel darah putih (terutama neutrofil), dan jumlah platelet.
Pemeriksaan darah lainnya, yaitu adanya peningkatan kadar serum B12, peningkatan kadar asam urat dalam serum, saturasi oksigen pada arteri, dan pengukuran kadar eritropoietin (EPO) dalam darah.
3.  Pemeriksaan Sumsum tulang
Meliputi pemeriksaan histopatologi dan nalisis kromosom sel-sel sumsum tulang (untuk mengetahui kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang akibat mutasi dari gen Janus kinase-2/JAK2).
G.        TERAPI NON FARMAKOLOGI
Tujuannya untuk mencegah bertambah parahnya penyakit dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
1.    Banyak berolahraga, latihan ringan seperti jalan santai dan jogging dapat memperlancar aliran darah sehingga dapat mengurangi resiko penggumpalan darah. Selain itu juga dianjurkan untuk melakukan peregangan kaki dan lutut.
2.    Tidak merokok. Merokok dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang akan meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke akibat gumpalan darah.
3.    Merawat kulit dengan baik, untuk mencegah rasa gatal, mandi dengan air dingin dan segera keringkan kulit. Hindari mandi menggunakan air panas. Jangan biasakan menggaruk karena dapat menimbulkan luka dan infeksi.
4.    Menghindari temperatur yang ekstrim. Buruknya aliran darah pada penderita polisitemia vera menyebabkan tingginya resiko cedera akibat suhu panas dan dingin. Di daerah dingin, gunakan baju hangat dan lindungi terutama bagian tangan dan kaki. Untuk di daerah panas, lindungi tubuh dari sinar matahari serta perbanyak minum air.
5.    Waspada terhadap luka. Aliran darah yang buruk menyebabkan luka sulit sembuh, terutama di bagian tangan dan kaki. Periksa bagian tersebut secara berkala dan hubungi dokter apabila menderita luka atau cedera.


H.        TERAPI MEDIS DAN NON MEDIS
Terapi-terapi yang sudah ada saat ini belum dapat menyembuhkan pasien. Yang dapat dilakukan hanya mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup pasien.
Tujuan terapi yaitu:
1.    Menurunkan jumlah  dan memperlambat pembentukan sel darah merah (eritrosit).
2.    Mencegah kejadian trombotik misalnya trombosis arteri-vena, serebrovaskular, trombosis vena dalam, infark miokard, oklusi arteri perifer, dan infark pulmonal.
3.    Mengurangi rasa gatal dan eritromelalgia ekstremitas distal.
Prinsip terapi :
1.    Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual) dan mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi.
2.    Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/ polisitemia yang belum terkendali.
3.    Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment)
4.    Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia muda.
5.    Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi sitostatik pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan:
·      Trombositosis persisten di atas 800.00/mL, terutama jika disertai gejala trombosis
·      Leukositosis progresif
·      Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik
·      Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan, penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.
Terapi PV :
1.  Flebotomi
Flebotomi adalah terapi utama pada PV. Flebotomi mungkin satu-satunya bentuk pengobatan yang diperlukan untuk banyak pasien, kadang-kadang selama bertahun-tahun dan merupakan pengobatan yang dianjurkan. Indikasi flebotomi terutama pada semua pasien pada permulaan penyakit, dan pada pasien yang masih dalam usia subur.
Pada flebotomi, sejumlah kecil darah diambil setiap hari sampai nilai hematokrit mulai menurun. Jika nilai hematokrit sudah mencapai normal, maka darah diambil setiap beberapa bulan, sesuai dengan kebutuhan. Target hematokrit yang ingin dicapai adalah <45% pada pria kulit putih dan <42% pada pria kulit hitam dan perempuan.
2.  Kemoterapi Sitostatika/ Terapi mielosupresif (agen yang dapat mengurangi sel darah merah atau konsentrasi platelet)
Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi. Lebih baik  menghindari kemoterapi jika memungkinkan, terutama pada pasien uisa muda. Terapi mielosupresif dapat dikombinasikan dengan flebotomi atau diberikan sebagai pengganti flebotomi.
Kemoterapi yang dianjurkan adalah Hidroksiurea (dikenal juga sebagai hidroksikarbamid) yang merupakan salah satu sitostatik golongan obat antimetabolik karena dianggap lebih aman, tetapi masih diperdebatkan tentang keamanan penggunaan jangka panjang.
Penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak dianjurkan lagi karena efek leukemogenik dan mielosupresi yang serius. Walaupun demikian, FDA masih membenarkan klorambusil dan Busulfan digunakan pada PV.
Pasien dengan pengobatan cara ini harus diperiksa lebih sering (sekitar 2 sampai 3 minggu sekali). Kebanyakan klinisi menghentikan pemberian obat jika hematokrit:  pada pria < 45% dan memberikannya lagi jika > 52%, pada wanita < 42% dan memberikannya lagi jika > 49%.
3. Fosfor Radiokatif (P32)
Isotop radioaktif (terutama fosfor 32) digunakan sebagai salah satu cara untuk menekan sumsum tulang. P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-3mCi/m2 secar intravena, apabila diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian pertama P32 :
·      Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu. Jika diperlukan dapat diulang akan tetapi hal ini jarang dibutuhkan.
·      Tidak mendapatkan hasil, selanjutnya dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama, dan diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama.
4.  Kemoterapi Biologi (Sitokin)
Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia vera terutama untuk mengontrol trombositemia (hitung trombosit . 800.00/mm3). Produk biologi yang digunakan adalah Interferon (Intron-A, Roveron-) digunakan terutama pada keadaan trombositemia yang tidak dapat dikendalikan. Kebanyakan klinisi mengkombinasikannya dengan sitostatik Siklofosfamid (Cytoxan).
5.   Pengobatan pendukung
1.    Hiperurisemia diobati dengan allopurinol 100-600 mg/hari oral pada pasien dengan penyakit yang aktif dengan memperhatikan fungsi ginjal.
2.    Pruritus dan urtikaria dapat diberikan anti histamin, jika diperlukan dapat diberikan Psoralen dengan penyinaran Ultraviolet range A (PUVA).
3.    Gastritis/ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2.
4.    Antiagregasi trombosit Analgrelide turunan dari Quinazolin.
5.    Anagrelid digunakan sebagai substitusi atau  tambahan ketika hidroksiurea tidak memberikan toleransi yang baik atau dalam kasus trombositosis sekunder (jumlah platelet tinggi). Anagrelid mengurangi tingkat pembentukan trombosit di sumsum. Pasien yang lebih tua dan pasien dengan penyakit jantung umumnya tidak diobati dengan anagrelid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar